Indonesia - Pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017 diramaikan oleh beberapa calon gubernur termasuk gubernur pertahana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang maju sebagai calon gubernur melalui jalur independen (tanpa melalui usungan partai).
Majunya Ahok menjadi calon gubernur DKI didukung oleh sebagian warga yang tinggal di Jakarta, namun tidak sedikit yang tidak mendukung atau memilih Ahok sebagai gubernur Jakarta.
Berikut 5 alasan mereka yang tidak memilih Ahok sebagai gubernur Jakarta dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.
1. Rasis
Rasis adalah suatu kebencian terhadap suku atau etnis lain dengan menganggap etnis sendiri sebagai yang terhebat. Sehingga mereka yang rasis sangat tidak menyukai jika ada orang dari etnis lain memiliki kedudukan atau jabatan tertentu dalam masyarakatnya.
Ahok yang berasal dari keturunan etnis minoritas Tionghoa jelas tidak disukai oleh mereka yang memiliki sikap rasis. Dan kampanye gelap bersifat rasis marak menerjang Ahok saat menjelang Pilkada DKI Jakarta 2017. Mereka yang rasis menganggap Ahok sebagai ancaman keberadaan etnis mereka.
Sayangnya berdasarkan survei World Values Survey yang dilansir Washington Post (15/5/2013), Indonesia masuk dalam kategori negara yang memiliki banyak kelompok-kelompok rasis. Untuk itu tidak heran jika ada oknum pejabat pemerintah pun yang bersikap rasis dan berusaha menjegal lawan politiknya melalui isu ini.
2 Sentimen Agama
Indonesia adalah negara berpenduduk mayoritas Muslim yang di antara mereka menggunakan ayat-ayat Al-Quran sebagai panduan untuk memilih seorang pemimpin. Di antara ayat yang digunakan adalah Surah Ali Imran 28 dan Al Ma’idah 51 yang singkatnya berisi perintah untuk tidak mengambil orang kafir, Yahudi dan Nasrani sebagai "auliya".
Bagi mereka yang memiliki sentimen agama (kebencian terhadap agama lain) dalam memilih pemimpin akan menerjemahkan kata "auliya" pada kedua ayat tersebut sebagai kata "pemimpin" sehingga mereka menafsirkannya sebagai perintah untuk tidak mengambil orang kafir, Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin. Namun tidak sedikit pula Muslim yang menafsikan "auliya" tersebut secara berbeda, yaitu berarti teman dan pelindung alih-alih berarti pemimpin.
Ahok yang memeluk agama Nasrani (Kristen Protestan) jelas tidak disukai dan tidak akan dipilih oleh mereka yang memiliki sentimen agama khususnya sentimen terhadap agama Nasrani. Apa pun yang telah dikerjakan oleh Ahok, baik atau buruk, mereka tetap beranggapan bahwa Ahok tidak layak bagi mereka.
Dan lagi sayangnya, berdasarkan survei World Values Survey yang dilansir Washington Post (15/5/2013), negara-negara paling rasis, 4 di antaranya adalah negara berpenduduk mayoritas Muslim.
Sentimen terhadap pemimpin non-Muslim juga disinyalir sebagai penyebab munculnya pemberontakan di negara-negara seperti di Thailand, Filipina, dan Myanmar.
3. Dendam
Dalam jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta pengganti Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, sering melakukan tindakan tegas tanpa pandang bulu dalam menjalankan peraturan perundang-undangan termasuk melakukan tindakan tegas terhadap warga Jakarta yang melanggar ketertiban umum seperti mendirikan rumah di bantaran sungai.
Mereka yang tidak suka rumahnya digusur karena penertiban tersebut meskipun telah mendapatkan fasilitas pengganti berupa rumah susun, akan merasa dendam kepada Ahok. Mereka merasa terusik kehidupannya meskipun mereka sendiri yang melanggar peraturan. Begitu juga dengan petugas-petugas pelayan masyarakat yang dipecat atau di tegur keras oleh Ahok karena ketidakdisiplinan dan kesalahan mereka sendiri, tidak menutup kemungkinan merasa dendam.
Mereka yang merasa dendam apa pun latar belakang dendamnya kepada Ahok tidak akan memilihnya di Pilkada gubernur DKI. Mereka juga tidak segan-segan menggunakan berbagai cara untuk menjegal Ahok termasuk isu rasis dan sentimen agama.
4. Pesimis dan Apatis
Pesimis adalah sikap seseorang yang putus asa karena merasa tidak memiliki harapan. Mereka yang pesimis beranggapan bahwa siapa pun yang menjadi gubernur DKI Jakarta tidak akan merubah nasib dan kondisi mereka.
Adanya sikap pesimis membuat seseorang memilih untuk bersikap apatis, yaitu sikap acuh tak acuh atau masa bodoh. Mereka yang pesimis dan apatis ini tidak akan memilih Ahok karena ketidakacuhan mereka terhadap Pilkada DKI. Mereka beranggapan bahwa memilih Ahok atau tidak memilih tidak berdampak pada kehidupan mereka.
Kelompok masyarakat yang pesimis dan apatis inilah yang merupakan salah satu pembentuk "golongan putih" (golput) dalam pemili Pilkada, golongan yang tidak memberikan hak suaranya.
5. Di bawah 17 tahun
Ketentuan perundang-undangan menyatakan bahwa masyarakat yang dapat memberikan suaranya untuk memilih kepala daerah dalam Pilkada DKI Jakarta adalah mereka yang telah berusia 17 tahun.
Dengan demikian siapa pun warga DKI Jakarta yang belum genap berusia 17 tahun tidak akan memilih, tepatnya tidak bisa memilih siapa pun calon gubernurnya dalam Pilkada DKI 2017, termasuk memilih Ahok.
Dari kelima alasan tersebut 4 di antaranya merupakan alasan yang negatif (buruk) yang jika selama masih ada hal tersebut maka kemajuan suatu masyarakat yang majemuk seperti di DKI Jakarta akan terganggu.[JD]
![]() |
Basuki Tjahaja Purnama, Gubernur DKI Jakarta Ke-17 |
Majunya Ahok menjadi calon gubernur DKI didukung oleh sebagian warga yang tinggal di Jakarta, namun tidak sedikit yang tidak mendukung atau memilih Ahok sebagai gubernur Jakarta.
Berikut 5 alasan mereka yang tidak memilih Ahok sebagai gubernur Jakarta dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.
1. Rasis
Rasis adalah suatu kebencian terhadap suku atau etnis lain dengan menganggap etnis sendiri sebagai yang terhebat. Sehingga mereka yang rasis sangat tidak menyukai jika ada orang dari etnis lain memiliki kedudukan atau jabatan tertentu dalam masyarakatnya.
Ahok yang berasal dari keturunan etnis minoritas Tionghoa jelas tidak disukai oleh mereka yang memiliki sikap rasis. Dan kampanye gelap bersifat rasis marak menerjang Ahok saat menjelang Pilkada DKI Jakarta 2017. Mereka yang rasis menganggap Ahok sebagai ancaman keberadaan etnis mereka.
Sayangnya berdasarkan survei World Values Survey yang dilansir Washington Post (15/5/2013), Indonesia masuk dalam kategori negara yang memiliki banyak kelompok-kelompok rasis. Untuk itu tidak heran jika ada oknum pejabat pemerintah pun yang bersikap rasis dan berusaha menjegal lawan politiknya melalui isu ini.
2 Sentimen Agama
Indonesia adalah negara berpenduduk mayoritas Muslim yang di antara mereka menggunakan ayat-ayat Al-Quran sebagai panduan untuk memilih seorang pemimpin. Di antara ayat yang digunakan adalah Surah Ali Imran 28 dan Al Ma’idah 51 yang singkatnya berisi perintah untuk tidak mengambil orang kafir, Yahudi dan Nasrani sebagai "auliya".
Bagi mereka yang memiliki sentimen agama (kebencian terhadap agama lain) dalam memilih pemimpin akan menerjemahkan kata "auliya" pada kedua ayat tersebut sebagai kata "pemimpin" sehingga mereka menafsirkannya sebagai perintah untuk tidak mengambil orang kafir, Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin. Namun tidak sedikit pula Muslim yang menafsikan "auliya" tersebut secara berbeda, yaitu berarti teman dan pelindung alih-alih berarti pemimpin.
Ahok yang memeluk agama Nasrani (Kristen Protestan) jelas tidak disukai dan tidak akan dipilih oleh mereka yang memiliki sentimen agama khususnya sentimen terhadap agama Nasrani. Apa pun yang telah dikerjakan oleh Ahok, baik atau buruk, mereka tetap beranggapan bahwa Ahok tidak layak bagi mereka.
Dan lagi sayangnya, berdasarkan survei World Values Survey yang dilansir Washington Post (15/5/2013), negara-negara paling rasis, 4 di antaranya adalah negara berpenduduk mayoritas Muslim.
Sentimen terhadap pemimpin non-Muslim juga disinyalir sebagai penyebab munculnya pemberontakan di negara-negara seperti di Thailand, Filipina, dan Myanmar.
3. Dendam
Dalam jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta pengganti Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, sering melakukan tindakan tegas tanpa pandang bulu dalam menjalankan peraturan perundang-undangan termasuk melakukan tindakan tegas terhadap warga Jakarta yang melanggar ketertiban umum seperti mendirikan rumah di bantaran sungai.
Mereka yang tidak suka rumahnya digusur karena penertiban tersebut meskipun telah mendapatkan fasilitas pengganti berupa rumah susun, akan merasa dendam kepada Ahok. Mereka merasa terusik kehidupannya meskipun mereka sendiri yang melanggar peraturan. Begitu juga dengan petugas-petugas pelayan masyarakat yang dipecat atau di tegur keras oleh Ahok karena ketidakdisiplinan dan kesalahan mereka sendiri, tidak menutup kemungkinan merasa dendam.
Mereka yang merasa dendam apa pun latar belakang dendamnya kepada Ahok tidak akan memilihnya di Pilkada gubernur DKI. Mereka juga tidak segan-segan menggunakan berbagai cara untuk menjegal Ahok termasuk isu rasis dan sentimen agama.
4. Pesimis dan Apatis
Pesimis adalah sikap seseorang yang putus asa karena merasa tidak memiliki harapan. Mereka yang pesimis beranggapan bahwa siapa pun yang menjadi gubernur DKI Jakarta tidak akan merubah nasib dan kondisi mereka.
Adanya sikap pesimis membuat seseorang memilih untuk bersikap apatis, yaitu sikap acuh tak acuh atau masa bodoh. Mereka yang pesimis dan apatis ini tidak akan memilih Ahok karena ketidakacuhan mereka terhadap Pilkada DKI. Mereka beranggapan bahwa memilih Ahok atau tidak memilih tidak berdampak pada kehidupan mereka.
Kelompok masyarakat yang pesimis dan apatis inilah yang merupakan salah satu pembentuk "golongan putih" (golput) dalam pemili Pilkada, golongan yang tidak memberikan hak suaranya.
5. Di bawah 17 tahun
Ketentuan perundang-undangan menyatakan bahwa masyarakat yang dapat memberikan suaranya untuk memilih kepala daerah dalam Pilkada DKI Jakarta adalah mereka yang telah berusia 17 tahun.
Dengan demikian siapa pun warga DKI Jakarta yang belum genap berusia 17 tahun tidak akan memilih, tepatnya tidak bisa memilih siapa pun calon gubernurnya dalam Pilkada DKI 2017, termasuk memilih Ahok.
Dari kelima alasan tersebut 4 di antaranya merupakan alasan yang negatif (buruk) yang jika selama masih ada hal tersebut maka kemajuan suatu masyarakat yang majemuk seperti di DKI Jakarta akan terganggu.[JD]