Indonesia - Umat Muslim Indonesia perlu waspada terhadap masuknya fenomena global takfirisme, sebuah faham ekstremis yang berasal dari Timur Tengah, serta perlu berpikir ulang tentang bagaimana seharusnya Muslim memahami ajarannya.
Dr. Haidar Bagir, seorang cendekiawan Muslim Indonesia memperingkatkan keberadaan fenomena global Takfirisme yang melanda dunia Islam termasuk di Indonesia, perlunya umat Muslim untuk berpikir ulang tentang bagaimana seharusnya Muslim memahami ajarannya, serta tentang adanya agenda internasional geopolitik di Timur Tengah berupa radikalisme yang diimpor ke Indonesia.
Dalam acara Indonesia Lawyer Club (ILC) di TV One (25/5) lalu yang bertajuk “Syiah Diusir, Negara Ke mana?”, Haidar Bagir menjelaskan bahwa peristiwa pengusiran warga Muslim Syiah di Sampang, Madura baru-baru ini merupakan miniatur dari fenomena yang harus diperhatikan di Indonesia yaitu fenomena Takfirisme.
"Saya ingin tarik perhatikan kita kepada satu soal yang menurut saya lebih luas, dan peristiwa Sampang ini menurut saya sebetulnya menjadi miniatur dari fenomena yang harus kita perhatikan di negeri kita ini. Yaitu yang saya maksud itu adalah satu fenomena yang sekarang biasa disebut dengan Takfirisme, kecenderungan satu kelompok orang untuk mengkafir-kafirkan orang lain yang berbeda faham atau pandangan dengan dia," jelasnya.
"Dan gejala ini menurut saya sungguh sangat memprihatinkan, merupakan ancaman global, dan salah kalau orang menganggap bahwa negeri kita bisa bebas dari ancaman Takfirisme yang resikonya luar biasa besar."
Haidar Bagir juga menjelaskan bahwa kelompok-kelompok ekstremis Takfirisme ini tidak segan-segan melakukan tindakan kekerasan untuk memaksakan kehendaknya terhadap orang lain.
"Dan kenyataanya memang sekarang ini kelompok Takfiri yang ada di mana-mana di seluruh dunia Islam ini, mau memanfaatkan isu mazhab untuk memaksakan fahamnya sendiri kalau perlu dengan kekerasan. Sebagian kelompok ini mungkin akan mengatakan bahwa mereka cinta damai dan tidak akan menggunakan kekerasan tapi tak ada jaminan sama sekali kalau kita melihat apa yang terjadi di belahan dunia lain di negara-negara Muslim bahwa mereka tidak menggunakan kekerasan," jelasnya.
Dalam penjelasannya, Haidar Bagir memberikan contoh beberapa kasus yang melibatkan kelompok-kelompok ekstremis Muslim Takfirisme seperti kekerasan yang terjadi di Libia saat Arab Spring di mana kelompok Muslim Sufi ditindas, dibantai, dan tempat-tempat yang mereka hormati dihancurkan. Demikian juga yang terjadi di Aceh dimana menewaskan 3 Muslim Sunni.
"Jadi saya melihat bahwa negara kita ini perlu bertindak cepat dan tidak berlambat-lambat, tidak melakukan underestimasi terhadap peristiwa di Sampang, karena peristiwa di Sampang ini menurut saya adalah test case, apakah kita siap atau tidak untuk menghadapi fenomena Takfiri," kata Haidar Bagir.
"Kalau negara tidak bertindak tegas maka ini akan mengirimkan signal yang salah kepada kelompok-kelompok Takfir ini dan mereka merasa mereka bisa lakukan ini kepada siapa pun juga," katanya memperingatkan.
Dr. Haidar Bagir juga menghimbau agar umat Muslim untuk berpikir ulang tentang bagaimana seharusnya umat Muslim memahami ajarannya.
"Saya kira kita memang perlu berpikir ulang tentang bagaimana seharusnya orang Muslim itu memahami ajaran agamanya. Banyak orang di mana-mana mengatakan Islam ini agama rahmatan lil 'alamin tapi sebetulnya itu banyak lip service," jelasnya.
"Disebutkan rahmatan lil 'alamin tapi yang dibicarakan ini persoalan fikih, persoalan halal-haram, persoalan mana mazhab yang betul, faham yang betul, dan pada kenyataannya mereka tidak menunjukkan sifat rahma, sifat kasih sayang itu tidak tampak."
"Jadi saya berpikir, negeri-negeri Muslim, khususnya negeri kita yang Islamnya sebetulnya berakar pada Islam Tasawwuf, yang mementingkan kasih sayang ini, perlu untuk kembali melakukan penyegaran betapa kita harus memberikan perhatikan sebesar-besarnya pada sifat kasih sayang yang diajarkan oleh agama Islam. Kenyataannya kita lihat, orang ngomong di mana-mana agama Islam itu rahmatan lil 'alamin tapi kecenderungan untuk kekerasan, memaksakan sikap, dan lain sebagainya itu, makin lama makin keras."
"Saya terus terang harus mengatakan, ada agenda internasional, geopolitik di Timur Tengah yang diimpor dibawa ke Indonesia, dan kalau kita sebagai bangsa tidak melakukan langkah yang tegas, maka saya khawatir impor radikalisme, impor ekslusifisme, impor takfirisme, dari luar Indonesia ini akan mengancam keutuhan NKRI. Jadi kita boleh sama sekali menganggap underestimated kasus Sampang ini," jelasnya dalam acara yang dipandu oleh Karni Ilyas tersebut.[JD]