Sentimen Mazhab Islam Bayangi Invasi Arab Saudi ke Yaman

Yaman - Dipimpin oleh Arab Saudi, koalisi negara-negara Arab melakukan serangan udara ke beberapa basis wilayah pemberontak Hutsi di Yaman, pada 25 Maret 2015. Serangan ini dibayangi sentimen mazhab antara Sunni dan Syiah dalam agama Islam, kata pengamat.



Latar belakang terjadinya serangan tersebut dikarenakan militan Hutsi (Ansar Allah) mengambil kendali pemerintah Yaman melalui serangkaian langkah pada tahun 2014 dan 2015. Tindakan Hutsi tersebut dianggap oleh Arab Saudi dan negara-negara lain sebagai kudeta yang inkonstitusional.

Namun para pengamat internasional berpendapat bahwa serangan Arab Saudi terhadap militan Hutsi di Yaman juga dibayangi oleh sentimen mazhab, yaitu antara mazhab Sunni yang dianut oleh Arab Saudi dan negara koalisinya dengan mazhab Syiah yang dianut oleh militan Hutsi yang diduga didikung oleh Iran yang juga menganut Syiah.

Yaman yang terletak berbatasan dengan Arab Saudi dan Oman dianggap sebagai negara yang strategis dan penting bagi berbagai kepentingan ekonomi dan politik negara-negara Arab khususnya Arab Saudi.

Yang dikhawatirkan oleh Arab Saudi dan koalisinya jika Yaman jatuh ke dalam tangan militan Hutsi yang berpaham Syiah, maka Yaman akan menjadi negara satelit bagi Iran yang berpaham Syiah. Hal ini tentu saja dianggap akan mengancam keberadaan dan kepentingan Sunni di semenanjung Arab.

Bayang-bayang sentimen mazhab antara Sunni dan Syiah dari invasi Arab Saudi tersebut diperkuat dengan kenyataan begitu mudah dan cepatnya Arab Saudi dan koalisinya mencampuri urusan dalam negeri Yaman dengan menyerang militan Hutsi yang berpaham Syiah.

Hal tersebut berbanding terbalik dengan tindakan lamban dan setengah hati Arab Saudi dan koalisinya dalam memerangi Negara Islam Irak dan Suriah (Islamic State of Iraq and the Levant - ISIS) yang berpaham sama dengan mereka yaitu Sunni. Bahkan terdapat sinyalemen yang menyatakan bahwa Arab Saudi dan Qatar telah mendanai pergerakan ISIS.

Konflik antara mazhab Sunni dan Syiah di Timur Tengah diperkirakan akan memanas kembali, dan tentu saja akan mengganggu stabilitas kawasan serta mempengaruhi kondisi dunia khususnya perekonomian dunia yang bergantung pada produksi minyak di Timur Tengah.[JD]