Fakta Sebenarnya di Balik Rusuh Tanjung Balai

Indonesia - Kerusuhan terjadi di Tanjung Balai, Sumatera Utara, dan sepuluh vihara dan kelenteng dibakar oleh massa Muslim yang mengamuk pada Sabtu (30/7/2016).

Ilustrasi Api. Foto: pexels.com
Banyak berita dan isu-isu simpang-siur yang tidak benar beredar termasuk di media sosial seperti Facebook dan Twitter, serta situs-situs "ekstremis".

Berikut fakta sebenaranya penyebab di balik kerusuhan Tanjung Balai yang mengakibatkan sepuluh vihara dan kelenteng dibakar.

Menurut berbagai sumber yang telah dihimpun, semua memberitakan hal yang sama mengenai awal terjadinya kerusuhan tersebut yaitu adanya seorang warga perempuan yang melakukan permintaan kepada pihak masjid untuk mengecilkan volume suara pengajian yang menggunakan pengeras suara.

Permintaan mengecilkan volume suara ini justru diisukan dan dipuatarbalikan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab melalui penyebaran berita bohong melalui media sosial.

Peristiwa pemutarbalikan apa yang terjadi dibenarkan oleh Pahala Zulfikar. Camat Tanjung Balai Selatan,

"Informasi di lapangan meluas, muncul provokator. Dikatakan wanita itu melempari masjid, imam diusir, menghentikan solat maghrib, itu semua tidak benar," kata Zulfikar kepada CNN Indonesia, Sabtu (30/7).

Diberitakan pemerintah kota kemudian melakukan upaya untuk meredam amuk massa dengan cara menghubungi satu per satu para penyebar isu di media sosial.

"Kami minta kepada akun-akun itu agar posting dihapus. Kebetulan kami kenal dengan pemilik akun tersebut," klaim Camat Zulfikar.

Namun massa Muslim terlanjur terbakar emosi. Mereka bergerak menghancurkan rumah ibadah umat Buddha.

Peristiwa kerusuhan ini tidak terjadi jika masyarakat tidak mudah terhasut oleh berita-berita khususnya di media sosial seperti Twitter dan Facebook atau melalui pesan singkat seperti Whatsapp, Line dan sejenisnya.

Peristiwa ini juga dapat dihindari jika pemerintah memiliki kehendak baik untuk mengatur (jika tidak sanggup meniadakan) penggunaan pengeras suara untuk mengumandangan adzan, karena tidak sedikit masyarakat baik Muslim dan non-Muslim yang merasa terganggu dengan kerasnya volume suara yang diperdengarkan oleh masjid-masjid yang berlomba-lomba mengumandangkan yang bahkan bukan adzan.

Dan umat Muslim mungkin perlu kembali merenungkan apa yang difirmankan dalam Al Quran berikut ini:

"Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (Al Quran, Surat Al A'raaf 55)

Dan berzikirlah (ingatlah) kamu akan Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri serta lembut tanpa mengeraskan suara pada pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (Al Quran, Surah Al A’raf 205).

Dalam firman tersebut jelas bahwa umat Muslim diiperintahkan untuk tidak mengeraskan suara pada pagi dan petang saat berzikir atau mengingat Tuhan atau pun dalam berdoa.

Zikir sendiri adalah sebuah aktifitas ibadah dalam umat Muslim untuk mengingat Allah, di antaranya dengan menyebut dan memuji nama Allah. Dalam kumandang adzan jelas terdapat ucapan menyebut dan memuji nama Allah. Dengan mengumandangkan adzan dengan keras bukankah itu berarti tidak sesuai dengan firman dalam Al Quran itu sendiri?.

Banyak umat Muslim di Indonesia yang kurang mengetahui ayat ini sehingga mereka juga melakukan salat dengan menggunakan pengeras suara.

Jika umat Muslim telah merenungkan dan menjalankan perintah ini, maka kerusuhan di Tanjung Balai dapat dihindari bahkan mungkin tidak pernah terjadi.[JD]