Amerika Serikat - Adanya kabar bahwa para mujahid teroris maupun Muslim pemberontak menggunakan seks sebagai cara mereka berstrategi melakukan kekerasan kini terbukti, setidaknya seperti yang dilakukan kelompok Muslim militan Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS), Muslim Boko Haram, dan lainnya.
Laporan tahunan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dirilis Senin (13/4/2015) di kantor PBB di New York, Amerika Serikat, mengungkapkan bahwa kelompok Muslim militan Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) dan Muslim Boko Haram menggunakan pemerkosaan dan kekerasan seksual sebagai strategi perangnya.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, seperti yang dilansir AFP, Selasa (14/4/2015) menyatakan keprihatinan yang sangat mendalam atas kekerasan seksual yang dilakukan oleh kelompok-kelompok bersenjata, termasuk yang mempromosikan ideologi ekstremis di Irak, Suriah, Somalia, Nigeria, Mali, Libya dan Yaman.
"Pertemuan krisis yang ditimbulkan oleh kekerasan ekstremisme telah mengungkapkan tren mengejutkan atas kekerasan seksual yang digunakan sebagai taktik teror oleh kelompok-kelompok radikal," kata Ban.
Sekretaris Jenderal tersebut mengatakan bahwa upaya "untuk menurunkan atau menghancurkan" kelompok Negara Islam, Boko Haram, al-Shabab, Ansar Dine dan afiliasi-afiliasi al-Qaeda "merupakan bagian penting dari perjuangan melawan kekerasan seksual yang berhubungan dengan konflik."
Laporan tersebut berfokus pada 19 negara yang dilanda konflik atau mencoba untuk pulih dari pertempuran tempat kekerasan seksual termasuk perkosaan, perbudakan seksual, prostitusi paksa dan kehamilan paksa terjadi, terutama terhadap perempuan dan anak perempuan tetapi juga terhadap anak laki-laki dan laki-laki.
Laporan PBB mendaftarkan 45 kelompok di Republik Afrika Tengah, Pantai Gading, Kongo, Irak, Mali, Somalia, Sudan Selatan dan Suriah serta Muslim Boko Haram di Nigeria yang "dipercaya diduga melakukan atau bertanggung jawab atas pola pemerkosaan" dalam konflik - 13 dari negara tersebut untuk pertama kalinya disebut.
"Pernikahan paksa, perbudakan, serta 'transaksi' atas perempuan dan gadis yang diculik merupakan bagian utama dari modus operandi dan ideologi Boko Haram," demikian laporan PBB menyebutkan. "Gadis-gadis yang diculik yang menolak menikah atau berhubungan seksual dalam pernikahan menghadapi kekerasan dan ancaman kematian."
Menurut laporan PBB tersebut, sejak pertengahan 2014, "telah terjadi peningkatan yang signifikan dalam jumlah kasus kekerasan seksual yang dilaporkan dilakukan oleh kelompok teroris," terutama kelompok Negara Islam yang "menggunakan kekerasan seksual untuk menyebarkan teror, menganiaya etnis dan agama minoritas dan menekan masyarakat yang menentang ideologinya."
Terlepas dari laporan PBB tersebut, dikabarkan kemungkinan para mujahid teroris maupun pemberontak di Asia Tengah dan Asia Tenggara seperti teroris Arakan Rohingya National Organization (ARNO) di Myanmar yang berafiliasi dengan al-Qaeda, jaringan Abu Sayyaf di Filipina, pemberontak Muslim di Thailand, diduga juga menggunakan strategi pemerkosaan dan kekerasan seksual yang babar tersebut sebagai perlawanan.[JD]
Ban Ki-moon, Sekretaris Jenderal PBB |
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, seperti yang dilansir AFP, Selasa (14/4/2015) menyatakan keprihatinan yang sangat mendalam atas kekerasan seksual yang dilakukan oleh kelompok-kelompok bersenjata, termasuk yang mempromosikan ideologi ekstremis di Irak, Suriah, Somalia, Nigeria, Mali, Libya dan Yaman.
"Pertemuan krisis yang ditimbulkan oleh kekerasan ekstremisme telah mengungkapkan tren mengejutkan atas kekerasan seksual yang digunakan sebagai taktik teror oleh kelompok-kelompok radikal," kata Ban.
Sekretaris Jenderal tersebut mengatakan bahwa upaya "untuk menurunkan atau menghancurkan" kelompok Negara Islam, Boko Haram, al-Shabab, Ansar Dine dan afiliasi-afiliasi al-Qaeda "merupakan bagian penting dari perjuangan melawan kekerasan seksual yang berhubungan dengan konflik."
Laporan tersebut berfokus pada 19 negara yang dilanda konflik atau mencoba untuk pulih dari pertempuran tempat kekerasan seksual termasuk perkosaan, perbudakan seksual, prostitusi paksa dan kehamilan paksa terjadi, terutama terhadap perempuan dan anak perempuan tetapi juga terhadap anak laki-laki dan laki-laki.
Laporan PBB mendaftarkan 45 kelompok di Republik Afrika Tengah, Pantai Gading, Kongo, Irak, Mali, Somalia, Sudan Selatan dan Suriah serta Muslim Boko Haram di Nigeria yang "dipercaya diduga melakukan atau bertanggung jawab atas pola pemerkosaan" dalam konflik - 13 dari negara tersebut untuk pertama kalinya disebut.
"Pernikahan paksa, perbudakan, serta 'transaksi' atas perempuan dan gadis yang diculik merupakan bagian utama dari modus operandi dan ideologi Boko Haram," demikian laporan PBB menyebutkan. "Gadis-gadis yang diculik yang menolak menikah atau berhubungan seksual dalam pernikahan menghadapi kekerasan dan ancaman kematian."
Menurut laporan PBB tersebut, sejak pertengahan 2014, "telah terjadi peningkatan yang signifikan dalam jumlah kasus kekerasan seksual yang dilaporkan dilakukan oleh kelompok teroris," terutama kelompok Negara Islam yang "menggunakan kekerasan seksual untuk menyebarkan teror, menganiaya etnis dan agama minoritas dan menekan masyarakat yang menentang ideologinya."
Terlepas dari laporan PBB tersebut, dikabarkan kemungkinan para mujahid teroris maupun pemberontak di Asia Tengah dan Asia Tenggara seperti teroris Arakan Rohingya National Organization (ARNO) di Myanmar yang berafiliasi dengan al-Qaeda, jaringan Abu Sayyaf di Filipina, pemberontak Muslim di Thailand, diduga juga menggunakan strategi pemerkosaan dan kekerasan seksual yang babar tersebut sebagai perlawanan.[JD]