Indonesia - Berdasarkan Indeks Kota Islami (IKI) dari penelitian MAARIF Institute pada 17 Mei 2016, Kota Serang menduduki peringkat ke-2 dari 10 kota besar sebagai kota besar Islami yang aman dan bahagia.
Namun kini hasil penelitian tersebut dipertanyakan sejak terjadinya kasus Ibu Saeni (35), seorang pedagang kecil pemilik warung makan di Kota Serang yang dirazia dan diambil makanannya oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) karena membuka warungnya di siang hari di bulan Ramadhan untuk orang-orang yang tidak puasa, pada Jumat (10/6/2016).
Ibu Saeni dan beberapa pedagang yang juga dirazia dianggap melanggar aturan dalam Surat Edaran Pemerintah Kota Serang mengenai larangan warung buka siang hari di Bulan Suci Ramadhan sebelum pukul 16.00 WIB.
Menurut Intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU) Muhammad Syafi' Ali atau yang biasa disapa Savic Ali, seperti yang dilaporkan Kompas, Senin (13/6/2016), menilai bahwa larangan untuk membuka warung di siang hari di bulan suci Ramadhan oleh Pemkot Serang justru memperburuk citra agama Islam dan mengganggu iklim toleransi di masyarakat.
"Ini memperburuk citra Islam yang membuat seolah-olah Islam ini adalah agama yang selalu memaksa orang," ujar Savic.
Indonesia merupakan negara pluralistis yang masyarakatnya terdiri dari berbagai suku dan agama, kata Savic mengingatkan. Mereka yang tidak beragama Islam dan tidak sedang berpuasa tentu membutuhkan makan pada siang hari Jika banyak warung dipaksa tutup, mereka yang tidak berpuasa akan kesulitan untuk mencari makanan.
"Saya kira ini juga akan merusak iklim toleransi. Ada banyak orang di Indonesia butuh makan di siang hari karena misalnya mereka bukan beragama Islam atau tidak sedang berpuasa," jelasnya.
Larangan anti toleransi ini juga diperkirakan ada disejunlah daerah di Indonesia. Dan dengan adanya peristiwa ini memunculkan sebuah pertanyaan besar yaitu apakah kota-kota Islami lainnya yang dalam penelitian MAARIF Institute juga merupakan kota yang anti toleransi?[JD]
Ibu Saeni, pemilik warung yang dirazia Satpol PP Jumat (10/6/2016) Foto: tangkapan layar youtube |
Namun kini hasil penelitian tersebut dipertanyakan sejak terjadinya kasus Ibu Saeni (35), seorang pedagang kecil pemilik warung makan di Kota Serang yang dirazia dan diambil makanannya oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) karena membuka warungnya di siang hari di bulan Ramadhan untuk orang-orang yang tidak puasa, pada Jumat (10/6/2016).
Ibu Saeni dan beberapa pedagang yang juga dirazia dianggap melanggar aturan dalam Surat Edaran Pemerintah Kota Serang mengenai larangan warung buka siang hari di Bulan Suci Ramadhan sebelum pukul 16.00 WIB.
Menurut Intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU) Muhammad Syafi' Ali atau yang biasa disapa Savic Ali, seperti yang dilaporkan Kompas, Senin (13/6/2016), menilai bahwa larangan untuk membuka warung di siang hari di bulan suci Ramadhan oleh Pemkot Serang justru memperburuk citra agama Islam dan mengganggu iklim toleransi di masyarakat.
"Ini memperburuk citra Islam yang membuat seolah-olah Islam ini adalah agama yang selalu memaksa orang," ujar Savic.
Indonesia merupakan negara pluralistis yang masyarakatnya terdiri dari berbagai suku dan agama, kata Savic mengingatkan. Mereka yang tidak beragama Islam dan tidak sedang berpuasa tentu membutuhkan makan pada siang hari Jika banyak warung dipaksa tutup, mereka yang tidak berpuasa akan kesulitan untuk mencari makanan.
"Saya kira ini juga akan merusak iklim toleransi. Ada banyak orang di Indonesia butuh makan di siang hari karena misalnya mereka bukan beragama Islam atau tidak sedang berpuasa," jelasnya.
Larangan anti toleransi ini juga diperkirakan ada disejunlah daerah di Indonesia. Dan dengan adanya peristiwa ini memunculkan sebuah pertanyaan besar yaitu apakah kota-kota Islami lainnya yang dalam penelitian MAARIF Institute juga merupakan kota yang anti toleransi?[JD]