Indonesia - Pernyataan sikap yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait tafsiran Al-Quran surah Al Maidah ayat 51 sebagai tanggapan atas ucapan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memberikan dampak bagi posisi umat Muslim Indonesia terhadap pemberontakan umat Muslim yang banyak terjadi di negara non Muslim.
MUI dalam pernyataan sikapnya yang ditanda tangani oleh Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin dan Sekretaris Jenderal MUI Dr. H. Anwar. Abbas pada Selasa (11/10/2016), secara tegas menyatakan tafsiran surah Al Maidah ayat 51.
"Al-Quran surah al-Maidah ayat 51 secara eksplisit berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. Ayat ini menjadi salah satu dalil larangan menjadikan non Muslim sebagai pemimpin," isi poin pertama pernyataan MUI tersebut.
Pernyataan MUI tersebut merupakan hasil penafsiran dari kata "auliya" dalam surah al-Maidah ayat 51, yang diartikan sebagai "pemimpin" alih-alih diartikan sebagai "teman" atau "sekutu".
Dengan demikian, bukankah ini berarti Al-Quran berdasarkan tafsir MUI tersebut, telah melegalkan atau mendukung pemberontakan umat Muslim di negara-negara non Muslim yang terjadi karena umat Muslim merasa diperintahkan untuk tidak menjadikan non Muslim sebagai pemimpin?
Jika memang benar demikian, maka bukankah menjadi tidak mengherankan banyaknya pemberontakan oleh umat Muslim yang terjadi di negara-negara non Muslim seperti di Thailand Selatan, Filipina, dan Myanmar serta teror oleh teroris Muslim di sejumlah negara Barat?
Dan jika memang demikian, bukanlah ini berarti memposisikan umat Muslim Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya mendukung pemberontakan tersebut?
Berbeda dari tafsir MUI dan sejenisnya terhadap surah Al Maidah ayat 51, menurut’The Noble Qur'an, The Glorius Koran, dan Tafsir Ibnu Katsir, kata "auliya" dalam surah tersebut berarti teman, pelindung maupun penolong.[JD]
Logo Majelis Ulama Indonesia |
"Al-Quran surah al-Maidah ayat 51 secara eksplisit berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. Ayat ini menjadi salah satu dalil larangan menjadikan non Muslim sebagai pemimpin," isi poin pertama pernyataan MUI tersebut.
Pernyataan MUI tersebut merupakan hasil penafsiran dari kata "auliya" dalam surah al-Maidah ayat 51, yang diartikan sebagai "pemimpin" alih-alih diartikan sebagai "teman" atau "sekutu".
Dengan demikian, bukankah ini berarti Al-Quran berdasarkan tafsir MUI tersebut, telah melegalkan atau mendukung pemberontakan umat Muslim di negara-negara non Muslim yang terjadi karena umat Muslim merasa diperintahkan untuk tidak menjadikan non Muslim sebagai pemimpin?
Jika memang benar demikian, maka bukankah menjadi tidak mengherankan banyaknya pemberontakan oleh umat Muslim yang terjadi di negara-negara non Muslim seperti di Thailand Selatan, Filipina, dan Myanmar serta teror oleh teroris Muslim di sejumlah negara Barat?
Dan jika memang demikian, bukanlah ini berarti memposisikan umat Muslim Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya mendukung pemberontakan tersebut?
Berbeda dari tafsir MUI dan sejenisnya terhadap surah Al Maidah ayat 51, menurut’The Noble Qur'an, The Glorius Koran, dan Tafsir Ibnu Katsir, kata "auliya" dalam surah tersebut berarti teman, pelindung maupun penolong.[JD]