Bangladesh - Muslim radikal di Bangladesh dikabarkan memaksa para anak dari warga adat yang beragama Kristen dan Hindu untuk pindah agama dan jadi mualaf.
Muslim radikal dan fanatik merayu keluarga kurang mampu dengan iming-iming pendidikan dan gaya hidup yang lebih baik untuk anak-anak mereka, dan memaksa anak-anak tersebut pindah agama di madrasah-madrasah di Dhaka tanpa sepengetahuan orang tua mereka.
Selama tujuh tahun terakhir, polisi telah menyelamatkan 72 anak-anak dari kejahatan tersebut.
Investigasi telah mengungkapkan bahwa sebuah kelompok Muslim bersifat Machiavellian (aliran yang menganggap bahwa segala sesuatu yang dilakukan demi pemerintahan dan negara, apapun itu, adalah sah dan baik untuk dilakukan) telah membaiat beberapa anggota masyarakat atau warga adat dan membiayai mereka secara finansial untuk memanipulasi mereka.
Kegiatan ini dilakukan dari pintu ke pintu di rumah-rumah warga adat yangkurang mampu, yang mayoritas beragama Kristen atau Hindu yang tinggal di sekitar tujuh upazila (sub-distrik).
Pemualafan baru tersebut mendaftarkan anak-anak ke madrasah-madrasah di seluruh negeri di mana mereka diindoktrinasi dan diubah.
Pada Minggu (1/1/2017) malam, polisi menggerebek sebuah hotel hunian di kota kabupaten Bandarban dan menyelamatkan empat anak-anak warga adat dan menangkap dua orang yang terlibat dalam lingkaran kejahatan tersebut.
Mereka yang ditangkap adalah Abu Bakkar Siddik (45), alias Mongshoi Pru Tripura, dari Islampur wilayah stasiun bus Bandarban, dan Md. Hasan (25) alias Prakash Hujur, dari desa Mollabari dekat Gouripur di upazila Daudkandi.
Kaki tangan mereka, Sumon Kheyang, yang merupakan warga Rajsthali di Rangamati, lolos dari penangkapan dan dalam pengejaran.
Seperti yang dilansir situs Kapaeeng Foundation, sebuah organisasi Hak Asasi M Masyarakat Adat di Bangaldesh dan Dhaka Tribun edisi Rabu (4/1/2017), Aung Thwai Ching Marma, ayah dari salah satu anak yang diselamatkan, mengatakan bahwa keluarga-keluarga seperti drinya terpikat dengan harapan palsu akan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak mereka, yang orang tua mereka tidak pernah memiliki kesempatan untuk mendapatkannya.
Mongshoi Pru meminta 6000 taka Bangladesh untuk setiap anak dari orang tua mereka. Mereka juga mengatakan bahwa anak-anak adat akan mendapatkan pendidikan bebas biaya di Madrasa dan anak-anak dapat mengikuti agama mereka masing-masing di Madrasa itu.
Praktik pemualafan secara paksa tersebut ternyata bukan hal baru. Pada bulan Januari 2010, penegak hukum menyelamatkan 33 anak umat Buddha dari Otithi Boarding - sebuah motel - di kota Bandarban. Polisi menangkap Gordon Tripura alias Rubel, Abu Horaira - mahasiswa Madrasa Darul Ihsan di Dhaka, dan Abdul Gani, warga Shyamoli.
Diduga ada usaha menutup-tutupi berita mengenai pemualafan paksa yang dilakukan oleh Muslim di Bangladesh sehingga tidak terliput oleh media asing. Hal ini terlihat dari dihapusnya berita yang dilansir oleh Dhaka Tribun edisi Rabu (4/1/2017) yang berjudul "Indigenous children at risk of forced religious conversion".
Namun netizen dapat mengakses bukti keberadaan berita tersebut di tangkapan gambar Google di sini dan juga dari situs Kapaeeng Foundation di sini dalam bahasa Inggris.[JD]
Anak-anak warga adat di bangladesh jadi korban pemualafan paksa |
Selama tujuh tahun terakhir, polisi telah menyelamatkan 72 anak-anak dari kejahatan tersebut.
Investigasi telah mengungkapkan bahwa sebuah kelompok Muslim bersifat Machiavellian (aliran yang menganggap bahwa segala sesuatu yang dilakukan demi pemerintahan dan negara, apapun itu, adalah sah dan baik untuk dilakukan) telah membaiat beberapa anggota masyarakat atau warga adat dan membiayai mereka secara finansial untuk memanipulasi mereka.
Kegiatan ini dilakukan dari pintu ke pintu di rumah-rumah warga adat yangkurang mampu, yang mayoritas beragama Kristen atau Hindu yang tinggal di sekitar tujuh upazila (sub-distrik).
Pemualafan baru tersebut mendaftarkan anak-anak ke madrasah-madrasah di seluruh negeri di mana mereka diindoktrinasi dan diubah.
Pada Minggu (1/1/2017) malam, polisi menggerebek sebuah hotel hunian di kota kabupaten Bandarban dan menyelamatkan empat anak-anak warga adat dan menangkap dua orang yang terlibat dalam lingkaran kejahatan tersebut.
Mereka yang ditangkap adalah Abu Bakkar Siddik (45), alias Mongshoi Pru Tripura, dari Islampur wilayah stasiun bus Bandarban, dan Md. Hasan (25) alias Prakash Hujur, dari desa Mollabari dekat Gouripur di upazila Daudkandi.
Kaki tangan mereka, Sumon Kheyang, yang merupakan warga Rajsthali di Rangamati, lolos dari penangkapan dan dalam pengejaran.
Seperti yang dilansir situs Kapaeeng Foundation, sebuah organisasi Hak Asasi M Masyarakat Adat di Bangaldesh dan Dhaka Tribun edisi Rabu (4/1/2017), Aung Thwai Ching Marma, ayah dari salah satu anak yang diselamatkan, mengatakan bahwa keluarga-keluarga seperti drinya terpikat dengan harapan palsu akan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak mereka, yang orang tua mereka tidak pernah memiliki kesempatan untuk mendapatkannya.
Mongshoi Pru meminta 6000 taka Bangladesh untuk setiap anak dari orang tua mereka. Mereka juga mengatakan bahwa anak-anak adat akan mendapatkan pendidikan bebas biaya di Madrasa dan anak-anak dapat mengikuti agama mereka masing-masing di Madrasa itu.
Praktik pemualafan secara paksa tersebut ternyata bukan hal baru. Pada bulan Januari 2010, penegak hukum menyelamatkan 33 anak umat Buddha dari Otithi Boarding - sebuah motel - di kota Bandarban. Polisi menangkap Gordon Tripura alias Rubel, Abu Horaira - mahasiswa Madrasa Darul Ihsan di Dhaka, dan Abdul Gani, warga Shyamoli.
Diduga ada usaha menutup-tutupi berita mengenai pemualafan paksa yang dilakukan oleh Muslim di Bangladesh sehingga tidak terliput oleh media asing. Hal ini terlihat dari dihapusnya berita yang dilansir oleh Dhaka Tribun edisi Rabu (4/1/2017) yang berjudul "Indigenous children at risk of forced religious conversion".
Namun netizen dapat mengakses bukti keberadaan berita tersebut di tangkapan gambar Google di sini dan juga dari situs Kapaeeng Foundation di sini dalam bahasa Inggris.[JD]