Komnas HAM: Ada Pelanggaran HAM Saat Rusuh Tanjung Balai

Indonesia - Setelah melakukan pengkajian, Komisi Nasional (Komnas) HAM telah mengambil kesimpulan adanya pelanggaran HAM dalam kerusuhan yang terjadi di Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara, pada 29 dan 30 Juli 2016 lalu.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

"Setelah mengkaji dan menganalisis dengan semua data, fakta dan temuan dilapangan kami menyimpulkan bahwa adanya pelanggaran HAM atas rasa kebencian terhadap etnis dan agama tertentu," Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Peristiwa Tanjung Balai, Natalius Pigai, di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis (11/8/2016). [Baca: Fakta Sebenarnya di Balik Rusuh Tanjung Balai]

Berdasarkan kesimpulan tersebut, Komnas HAM juga memberikan empat rekomendasi kepada seluruh instansi yang terkait dalam kerusuhan itu. Masukkan ini sendiri berdasarkan keterangan saksi, dokumen, laporan dan data penunjang lainnya.

1. Komnas HAM RI meminta proses hukum yang sedang dijalankan oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara Cq Kepolisian Resor Tanjung Balai tetap dilanjutkan dengan mempertimbangkan dan memperhatikan serta menghormati hak asasi manusia yang melekat pada para tersangka;

2. Komnas HAM RI meminta Pemerintah Pusat. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, dan Pemerintah Kota Tanjung Balai untuk mencari tahu dan memutus rantai komunikasi yang berorientasi pada kebencian ras, etnis, dan Agama;

3. Komnas HAM RI meminta Pemerintah Pusat. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, dan Pemerintah Kota Tanjung Balai melakukan reintegrasi sosial antar etnis dan antar Agama pasca peristiwa perusakan dan pembakaran rumah ibadah di Tanjung Balai.

Hal ini penting mengingat peristiwa yang berorientasi pada kebencian etnis dan Agama di Tanjung Balai bukan yang pertama kali terjadi, sebelumnya pernah terjadi pada kurun waktu Tahun 1979, 1989, 1998, dan terakhir 2016. Proses reintegrasi sosial harus dipimpin oleh Pemerintah dengan melibatkan berbagai tokoh masyarakat dan tokoh Agama di Tanjung Balai.

4. Komnas HAM RI meminta Pemerintah baik itu Pemerintah Pusat maupun daerah termasuk Kepolisian untuk memastikan jaminan rasa aman, nyaman serta memastikan tidak terulangnya kembali peristiwa yang sama di masa yang akan datang.

Kerusuhan yang terjadi di Tanjung Balai, Sumatera Utara, tersebut menyebabkan setidaknya sepuluh vihara dan kelenteng dibakar oleh massa Muslim yang mengamuk.

Tidak jarangnya peristiwa kerusuhan karena rasa benci terhadap etnis tertentu dan agama tertentu di Indonesia, semakin menyiratkan kebernaran survei yang dilakukan oleh World Values Survey yang mengungkap bahwa Indonesia menjadi salah satu negara dari 5 negara teratas yang paling rasis di dunia.

Hal itu tentu saja menjadikan preseden buruk bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dan pemerintah perlu mencermati hal ini dan berupaya menanggulanginya.[JD]